Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika Dengan Double Track System Dalam Pemidanaan Di Indonesia

Authors

  • Sitta Saraya Unuversitas Selamat Sri
  • Yusrina Handayani Universitas Selamat Sri

DOI:

https://doi.org/10.35473/aij.v4i2.2418

Abstract

Rehabilitation for Narcotics Abusers with a Double Track System in Criminal Cases in Indonesia (Case Study of Supreme Court Decision Number 2281 K/Pid.Sus/2016). Narcotics abusers by law must be given a sentence in the form of imprisonment as an effort to provide a deterrent effect for the actions they commit. Abusers should receive rehabilitation in the form of medical and social as an effort to provide awareness to the abusers themselves so that the desire to abuse narcotics disappears after receiving the rehabilitation process even though the imposition of criminal sanctions is still important. The research conducted in this article uses a normative juridical method by applying the legal principles to Article 127 of the Law of the Republic of Indonesia Number 35 of 2009 concerning Narcotics related to the provision of punishment for narcotics abusers accompanied by a stipulation of the obligation to obtain rehabilitation which is deducted from the length of imprisonment imposed on drug abusers narcotics, especially class I, such as methamphetamine or better known as methamphetamine, which is widely abused because it circulates in large quantities in society, as happened to the defendant who was tried for abusing narcotics in the Supreme Court decision Number 2281 K/Pid.Sus/2016. In addition to Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, provisions stipulated in the Attorney General's Regulations and the Supreme Court Circular regarding the placement of narcotics abusers in rehabilitation institutions will also be discussed. In general, this is what is known as the double track system in the criminal justice system in Indonesia. it is concluded that the double track system must be in sentencing for narcotics abusers, although it has not touched on the effectiveness of the length of rehabilitation which will greatly affect the results of rehabilitation for narcotics abusers which consists of medical and social rehabilitation. 

Abstrak

Rehabilitasi Bagi Penyalahguna Narkotika Dengan Double Track System Dalam Pemidanaan Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2281 K/Pid.Sus/2016). Penyalahguna narkotika secara undang-undang harus diberikan pidana berupa penjara sebagai upaya untuk memberikan efek jera atas perbuatan yang dilakukannya. Penyalahguna seharusnya mendapatkan rehabilitasi berupa medis dan sosial sebagai upaya untuk memberikan kesadaran terhadap diri penyalahguna tersebut sehingga keinginan untuk nmenyalahgunakan narkotika tersebut hilang setelah mendapatkan proses rehabilitas meskipun pemberian sanksi pidana tetaplah penting adanya. Penelitian yang dilakukan dalam artikel ini dengan metode yuridis normatif dengan menerapkan asas hukum pada Pasal 127 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait pemberian pidana bagi penyalahguna narkotika disertai dengan penetapan kewajiban mendapatkan rehabilitasi yang dikurangkan dari lama pidana penjara yang dijatuhkan terhadap penyalahguna narkotika terutama golongan I seperti metamfetamina atau yang lebih dikenal dengan sabu-sabu yang banyak disalahgunakan karena beredar dalam jumlah yang banyak di masyarakat sebagaimana yang terjadi pada terdakwa yang diadili karena menyalahgunakan narkotika dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2281 K/Pid.Sus/2016. Selain Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka akan dibahas pula ketentuan yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung, dan Surat Edaran Mahkamah Agung dalam hubungannya dengan penempatan penyalahguna narkotika di lembaga rehabilitasi. Secara umum inilah yang dikenal dengan double track system dalam system pemidanaan di Indonesia. Kesimpulan penelitian ini adalah harus ada penerapan double track system dalam pemidanaan bagi penyalahguna narkotika meskipun belum menyentuh kepada keefektifitasan lamanya rehabilitasi yang akan sangat mempengaruhi hasil dari rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika yang terdiri dari rehabilitasi medis dan sosial.

References

Barda Nawawi Arief. (1996) Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya

Bakti.

Darusman, Y. M. & Wiyono, B. (2019). Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum. UNPAM

PRESS.

Edyyono, S. W. (2017). Kertas Kerja: Memperkuat Revisi Undang-Undang Narkotika

Indonesia Usulan Masyarakat Sipil. Institute for Criminal Justice Reform.

Harahap, Y. (2015). Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Penyidikan Dan

Penuntutan. Sinar Grafika

Iqbal, M. (2019). Hukum Pidana. Cetakan Pertama, Unpam Press.

Purwoleksono, D. E. (2019). Hukum Pidana Untaian Pemikiran. Airlangga University Press.

Sulchan, A. (2021). Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana dalam Praktek

Beracara. Unissula Press.

Syamsuddin, R. & Aris, I. (2014). Merajut Hukum di Indonesia. Mitra Wacana Media.

Dewi WP, (2019). Penjatuhan Pidana Penjara Atas Tindak Pidana Narkotika Oleh Hakim DI

BAwah Ketentuan Mnimum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika. Jurnal Hukum Magnum Opus Voume II Nomor 2’

Firdaus, I. (2020). Analisa Kebijakan Optimalisasi Pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika Di Unit

Pelayanan Teknis Pemasyarakatan (Policy Analysis on Optimizing Narcotics

Rehabilitation Implementation in Corrective Technical Services Unit). Jurnal Ilmiah

Kebijakan Hukum, 14(3), 469.

Novitasari, D. (2017). Rehabilitasi Terhadap Terhadap Anak Korban Penyalahgunaan Narkoba.

Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(4)

Sari, N. (2017). Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika (Application of Ultimum Remedium Principles in Law

Enforcement on Criminal Act of Narcotics Abuses). Jurnal Penelitian Hukum DE

JURE, 17(3), 358.

Shadiq Gilang F. (2017). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New

Psychoactive Subtances Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika. Jurnal Wawasan Yuridika. Vol 1 No 1 . 2017. hlm. 35-53.

Silalahi AMS (2021) Penyuntikan Asas Strict Liability Pada Pasal 127 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Menimbulkan Ketidakpastian Hukum. Jurnal

Indonesia Sosial Teknologi Vol 2 No 8 . hlm. 1277-1286

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Putusan Mahkamah Agung, Pidana Khusus, Nomor 2281 K/Pid.Sus/2016, Abdul Azis alias

Andi

Downloads

Published

2023-07-31