https://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/issue/feedADIL Indonesia Journal2024-01-31T00:00:00+00:00Dr. Binov Handitya, S.H., M.H.[email protected]Open Journal Systems<div class="body"> <div class="description"> <div style="border: 2px #444F71 solid; padding: 3px; background-color: #f0ffff; text-align: left;"> <ol> <li class="show">Nama Jurnal: ADIL Indonesia Journal</li> <li class="show">Singkatan: ADIL</li> <li class="show">Frekuensi: January & July</li> <li class="show">ISSN: Print 2655-8041 | Online 2655-5727</li> <li class="show">Editor in Chief:Rian Sacipto, S.H., M.H.</li> <li class="show">DOI: 10.35473/AIJ/li></li> <li class="show">Akreditasi : -</li> <li class="show">Penerbit: Universitas Ngudi Waluyo Program Studi Hukum</li> </ol> </div> <p>ADIL Indonesia Journal is a journal of law and society published by Department of Law, Faculty of Law and Humaniora, annually in January and June. ADIL welcomes any research-based as well as concept-based manuscripts dealing with its focus and scope.</p> </div> </div>https://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2969Urgensitas Adanya Sentra Gakkumdu Dalam Menangani Tindak Pidana Pemilu2024-01-24T07:09:37+00:00Chairil Lutfi Mahendra[email protected]Bintari Zulfa Adhinta[email protected]Nurlaili Rahmawati[email protected]Fathudin[email protected]<p>This research aims to discuss the authority of Gakkumdu in the Election Justice system , the urgency of having a Gakkumdu Center in handling election crimes and the problems that hinder the effectiveness of Gakkumdu itself . The method used in this research is normative juridical . The results of this research are that Gakkumdu is an institution that handles election criminal disputes consisting of elements from Bawaslu, the Police and the Prosecutor's Office. The existence of Gakkumdu is very important to realize secret-free, honest and fair direct general elections as a means of democratization. This is also a form of legal certainty in handling election crimes based on agreed mechanisms. However, unfortunately, various problems actually hampered Gakkumdu's effectiveness, resulting in plans to disband Gakkumdu itself. This problem is related to three legal components, both in terms of substance, structure and legal culture. In fact, Gakkumdu's role is very important in ensuring democratic elections. So the dissolution of Gakkumdu will further worsen the situation where there is no certainty about how to handle election crimes themselves, which will lead to public distrust of state officials.</p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang kewenangan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) dalam sistem Peradilan Pemilu. Urgensitas adanya Sentra Gakkumdu dalam penanganan tindak pidana pemilu serta permasalahan yang menjadi penghambat efektifitas Gakkumdu itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah Gakkumdu merupakan lembaga yang menangani sengketa tindak pidana pemilu yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Keberadaan Gakkumdu itu sangat penting untuk mewujudkan pemilu langsung umum bebas rahasia jujur dan adil sebagai sarana demokratisasi. Hal ini juga sebagai suatu bentuk kepastian hukum dalam penanganan tindak pidana pemilu berdasarkan mekanisme yang telah disepakati. Namun sayangnya berbagai permasalahan justru menghambat efektifitas Gakkumdu sehingga berujung pada rencana pembubaran Gakkumdu itu sendiri. Permasalahan itu terkait tiga komponen hukum baik dari segi substansinya, strukturnya, maupun budaya hukumnya. Sejatinya peran Gakkumdu sangat penting dalam menjamin pemilu yang demokratis. Maka sudah seharusnya Gakkumdu tidak dibubarkan demi memberikan kepastian dalam penanganan tindak pidana pemilu itu sendiri sehingga nantinya akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum negara.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2986Implementasi Secara Hukum Terhadap Karakter Seseorang Dalam Masyarakat Menuju Kepribadian Berbangsa dan Bernegara2024-01-24T07:18:18+00:00Sukirno[email protected]<p><em>This research aims to examine character in the social life of the nation and state. The things studied in this research are about tolerant living side by side with a pluralistic life of different religions and habits that live together in worship and the social life of the community in obedience to legal norms in Banyumas district. The lives of forest village communities whose lives are limited in terms of educations, transportation, technology, healt, welfare, with the average livelihood of forest farmers being very varied and marginalized. This research uses empirical legal research or socio legal research. The approach used is an approach to society with the help of qualitative social sciences. The result of the research is the legal implementation of a person’s character in society towards national and state personality. The aim is to know and understand the characteristics of culture values that coexist in society peacefully by obeying legal norms in accordance with legal culture.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang karakter dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Hal-hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang hidup bertoleransi secara berdampingan dengan kehidupan yang pluralisme yang berbeda agama dan kebiasaan yang hidup secara bersama-sama dalam beribadah serta kehidupan sosial masyarakat dalam ketaatan terhadap norma hukum di kabupaten Banyumas. Kehidupan masyarakat desa hutan yang hidupnya serba keterbatasan baik pendidikan, transportasi, teknologi, kesehatan, kesejahteraan dengan mata pencaharian rata-rata petani hutan yang sangat bervariatif dan terpinggirkan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empirik atau socio legal research. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan terhadap masyarakat dengan bantuan ilmu-ilmu sosial secara kualitatif. Hasil dari penelitian adalah implementasi secara hukum terhadap karakter seseorang dalam masyarakat menuju kepribadian berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah agar mengetahui dan memahami karakteristik nilai-nilai kebudayaan yang hidup berdampingan dalam masyarakat secara damai dengan mentaati norma hukum sesuai dengan budaya hukum</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2972Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Atas Tindak Pidana Peredaran Uang Palsu (Studi Kasus Nomor 347/Pid.B/2021/PN Smg)2024-01-24T07:56:11+00:00Indra Prasetya[email protected]Arista Candra Irawati[email protected]<p><em>The judge's considerations in imposing a criminal decision on the crime of circulation of counterfeit money (Case Study Number 347/Pid.B/2021/PN Smg) The crime of circulation of counterfeit money is regulated in Law Number 7 of 2011 concerning currency and regulated in Article 244 of the Criminal Code concerning Counterfeiting of currency and paper money, and regulated in Law Number 10 of 1998 concerning Amendments to Law Number 7 of 1992 concerning Banking, money as legal means of payment and illegal money is referred to as counterfeit money. The criminal act of circulating counterfeit money as referred to in the Laws and Regulations so that the judge's sentencing decision gives and imposes on mitigating circumstances and aggravating circumstances for the defendant. This study aims to find out the judge's considerations in imposing criminal decisions on the circulation of counterfeit money and how to convict the circulation of counterfeit money. This study uses a juridical-empirical approach using interview data with Class 1A Semarang District Court judges. The results obtained by the research show that the judge's consideration underlies the existence of an unlawful act to lead to a judge's decision. It can be concluded that: the judge's consideration certainly underlies the facts of the trial after carrying out the trial agenda to be used as the basis for the judge's assessment to give a decision, the judge will assess the facts of the trial with valid evidence that can be accounted for by the Public Prosecutor and the defendant so that the judge gives a decision that is contains certainty, fairness, benefits for all parties.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana atas Tindak Pidana Peredaran Uang Palsu(Studi Kasus Nomor 347/Pid.B/2021/PN Smg) Tindak Pidana peredaran uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang dan di atur dalam Pasal 244 KUHP tentang Pemalsusan mata uang dan uang kertas, dan di atur dalam Uandang-UndangNomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,uang sebagai alat pembayaran yang sah dan uang tidak sah sebagaimana dimaksud sebagai uang palsu. Tindak Pidana peredaran uang palsu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan sehingga Putusan Pemidanaan hakim yang memberikan dan menjatuhkan atas keadaan yang meringankan dan keadaan yang memberatkan terdakwa.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana Peredaran uang palsu danbagaimana penjatuhan pidana peredaran uang palsu,Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis-empiris dengan menggunakan data wawancara kepada HakimPengadilan Negeri Semarang Kelas 1A.Hasil di peroleh penelitian menunjukkan pertimbangan hakim mendasari adanya perbuatan melawan hukum untuk menuju amar keputusan hakim. diperoleh kesimpulan bahwa:pertimbangan hakim tentunya mendasari fakta persidangan setelah melakukan agenda persidangan untuk dijadikan dasar penilaian hakim untuk memberikan keputusan, hakim akan menilai dari fakta-fakta persidangan dengan alat bukti sah yang dapat di pertanggungjawabkan dari Jaksa Penuntut Umum maupun terdakwa sehingga hakim memberikan keputusan yang mengandung kepastian, keadilan, kemanfaatan bagi semua pihak.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2973Peran Kepolisian Dalam Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol2024-01-24T07:57:43+00:00Muhamad Irfan Seloaji[email protected]Arista Candra Irawati[email protected]<p><em>Nowadays, alcohol abuse is a growing problem in society. Recently, there has been a huge uproar in the habit or culture among the public, namely that drinking alcoholic beverages, alcoholic beverages or alcoholic beverages are considered as something that has a negative stigma in the public mind, being called alcoholic beverages does not mean that they are strong but rather the effects they have on the body. Alcoholic drinks or what can be called liquor are drinks that are very dangerous for the human body because someone who consumes excessive alcohol can be at risk of experiencing several health problems, such as damage to vital organs, loss of body fluids, and decreased brain function. Moreover, quite a few victims died after drinking alcoholic beverages, especially mixed alcohol. The position of the police as law enforcement officers is expected to be able to monitor and regulate the distribution of alcoholic drinks in the Semarang Regency area. The author in this study used descriptive qualitative research. In general, descriptive research, including legal research, aims to accurately describe identities and conditions in society. This indication emerged because of the lack of understanding of the residents themselves. The position of the police in supervising and controlling alcoholic beverages in the Semarang district area is less than optimal, as evidenced by the fact that there are still many problems that arise due to one of them being the lack of socialization of regional regulations regarding alcoholic beverages from both the police and Satpol PP. The police only focus on repressive actions (raids) even though they are not often carried out because the public is not very familiar with the applicable regulations. This matter has become a polemic among residents because the circulation of alcohol is still rampant in the Semarang Regency area. In fact, with the large number of cases involving alcoholic drinks in Semarang Regency, the perpetrators range from young people to the elderly. The impact is that there are many fights, brawls, rapes, this is the responsibility of the Regency government. Semarang together with the Semarang Police to overcome this.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Penyalahgunaan minuman keras dewasa ini adalah kasus yang lumayan bertumbuh di masyarakat. Akhir- akhir ini gempar sekali kebiasaan ataupun budaya di tengah publik ialah minum minuman beralkohol, minuman beralkohol ataupun minuman keras dianggap selaku suatu yang mempunyai stigma negatif ditengah pemikiran publik, dengan dinamakannya minuman keras bukan berarti bentuknya yang keras melainkan akibat yang ditimbulkannya terhadap badan. Minuman beralkohol ataupun yang dapat diucap miras merupakan minuman yang sangat beresiko untuk badan manusia sebab seorang yang komsumsi alkohol berlebih dapat berisiko hadapi beberapa permasalahan kesehatan, semacam rusaknya organ vital, kehilangan cairan tubuh, sampai menurunya kerja otak. Apalagi tidak sedikit korban wafat sehabis menenggak minuman keras, paling utama miras oplosan. Kedudukan kepolisian selaku aparat penegak hukum diharapkan sanggup mengawasi sekaligus mengatur peredaran minuman beralkohol di daerah Kabupaten Semarang. Penulis dalam penelitian ini memakai riset yang sifatnya deskriptif kualitatif. Pada biasanya riset deskriptif tercantum riset hukum bertujuan guna menggambarkan secara pas identitas, kondisi dalam masyarakat. Indikasi tersebut mencuat sebab minimnya pemahaman warga itu sendiri. Kedudukan kepolisian dalam pengawasan serta pengendalian minuman beralkohol di daerah kabupaten semarang kurang maksimal dibuktikan dengan masih banyak masalah- masalah terjalin disebabkan salah satunya minimnya sosialisasi peraturan wilayah tentang minuman keras baik dari pihak kepolisian serta satpol pp. Pihak kepolisian cuma berfokus dalam aksi represif( razia) meski tidak kerap dicoba sebaliknya masyarakat belum banyak mengenali ketentuan yang berlaku. Perihal ini jadi polemik di tengah warga sebab masih maraknya peredaran miras di daerah Kabupaten Semarang faktanya dengan banyaknya kasus- kasus tentang minuman beralkohol di Kabupaten Semarang pelakunya mulai dari anak muda sampai berusia dampaknya merupakan banyaknya perkelahian, tawuran, pemerkosaan ini jadi tanggung jawab untuk pemerintah Kabupaten Semarang bersama- sama Polres Semarang buat mengatasinya.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2974Analisis Yuridis Terhadap Restrukturisasi Kredit Pada Masa Pandemi Dan Pasca Pandemi Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Macet Di PT Bank BTN Semarang2024-01-24T07:59:36+00:00Nia Yulia Aristiani[email protected]Indra Yuliawan[email protected]<p><em>The banking world has now begun to adapt to emergencies (force majeure) which have an impact on credit payments by customers. As an example, the Government of Indonesia has stated that the Covid-19 pandemic is a type of disease that can cause a health emergency for its people, including in the business industry. This pandemic situation is used as a reason for the debtor to renege on an agreement that has been agreed upon by the creditor using force majeure (overmacht) reasons. Restructuring is a policy that can be implemented by submitting credit installment payment relief to banks and multifinance companies. In this study, we will discuss matters that become obstacles for debtors in making payments under force majeure conditions and how the process of restructuring credit payments during force majeure conditions takes place. This research is a qualitative research with a descriptive analysis method where the approach implemented is based on legal reality in real practice. This research shows that the impact of the pandemic which has paralyzed the economy in Indonesia has caused difficulties for debtors in paying credit, therefore the Financial Services Authority (OJK) issued a national economic stimulus as a countercyclical policy related to force majeure in the form of POJK No.11/POJK.03/2020 for restructuring policies .</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Dunia perbankan kini sudah mulai beradaptasi dengan keadaan darurat (force majeur) yang berdampak pada pembayaran kredit oleh nasabah. Sebagai contoh dimana Pemerintah Indonesia sudah menyatakan bahwa pandemi Covid-19 ini sebagai salah satu jenis penyakit yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan terhadap masyarakatnya, termasuk pada industri bisnis, dalam situasi pandemi seperti saat ini sangat mengganggu kelangsungan aktivitas perjanjian dalam industri bisnis. Situasi pandemi ini digunakan sebagai alasan debitur untuk melakukan pengingkaran suatu perjanjian yang sudah disepakati oleh pihak kreditur menggunakan alasan force majeure (overmacht). Restrukturisasi merupakan kebijakan yang dapat dilakukan dengan mengajukan keringanan pembayaran angsuran kredit kepada bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Dalam penelitian ini akan dibahas terhait hal-hal yang menjadi hambatan debitur dalam pelakukan pembayaran dalam kondisi force mejeure dan bagaimana proses restruktusisasi pembayaran kredit selama keadaan force mejeure berlangsung. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif mana pendekatan yang dilaksanakan berdasarkan kenyataan hukum dalam praktik nyata. Penelitian ini memperlihatkan bahwa dampak pandemi yang melumpuhkan perekonomian di Indonesia menyebabkan debitur kesulitan dalam membayar kredit oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical terkait force majeure berupa POJK No.11/POJK.03/2020 guna kebijakan restrukuturisasi.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2975Perlindungan Hukum Bagi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Sebagai Salah Satu Bentuk Fasilitas dan Aksesibilitas Di Kabupaten Semarang2024-01-24T08:01:21+00:00Titis Sholehah[email protected]Adhi Budi Susilo[email protected]<p><em>A person with a disability is someone who has physical, sensory, mental and intellectual limitations, which makes persons with disabilities require special protection and rights. By looking at the existing reality, there are still so many people with disabilities who are discriminated against in obtaining even very basic rights, namely education, public facilities, jobs and so on so that people with disabilities feel ableism. therefore there are many problems that exist, researchers focus on the problem of legal protection for students with disabilities as a form of facilities and accessibility in Semarang Regency, the formulation of the problem refers to Law Number 08 of 2016 concerning Persons with Disabilities. The method used is a qualitative method with qualitative analysis of the data obtained. So, in Semarang Regency it is said that it has not been fair for students with disabilities with other factors namely, the substance of the law is clear, but the legal structure does not work according to the law. This is contrary to the theory of Gustav Radbruch and Lawrence Friedman, clarified by the results of observations that researchers have made, namely that it has not been carried out in accordance with the law.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, sensori, mental dan intelektual dimana hal itu menjadikan penyandang disabilitas memerlukan perlindungan dan hak khusus. Dengan melihat realita yang ada, penyandang disabilitas masih begitu banyak mendapat diskriminasi dalam memperoleh hak yang bahkan sangat mendasar yaitu pendidikan, fasilitas publik, pekerjaan dan lain-lain sehingga penyandang disabilitas merasa ableisme. Maka dari itu banyaknya permasalahan yang ada, peneliti memfokuskan pada permasalahan perlindungan hukum bagi mahasiswa penyandang disabilitas sebagai salah satu bentuk fasilitas dan aksesibilitas di Kabupaten Semarang maka rumusan masalah dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Dengan metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis kualitatif pada data yang didapat. Jadi, di Kabupaten Semarang dikatakan belum berkeadilan bagi mahasiswa penyandang disabilitas dengan faktor lain yaitu, substansi hukumnya sudah jelas, tetapi struktur hukumnya tidak berjalan sesuai dengan Undang-Undang. Hal tersebut bertentangan dengan teori Gustav Radbruch dan Lawrence Friedman di perjelas dengan adanya hasil observasi yang peneliti lakukan yaitu belum terlaksana sesuai dengan UndangUndang.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2976Tinjauan Yuridis Terhadap Pernikahan Beda Agama (Studi Penetapan Mahkamah Agung Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby)2024-01-24T07:54:40+00:00Fitria Annisa[email protected]Arista Candra Irawati[email protected]<p><em>As a country that believes in One Almighty God, marriage in Indonesia is regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, which does not recognize the validity of interfaith marriages. As a result, interfaith marriage is no longer a new phenomenon and is now recognized as a major social problem. The author examines the legal considerations made by the Surabaya District Court judge in the case of an interfaith marriage permit application using empiric juridical techniques. In the author's view, the judge has explained that there are legal rules that do not accept the validity of interfaith marriages. However, the judge did not consider the implications of interfaith marriage from a philosophical point of view. Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which is used as a legal consideration does not explain the validity of marriage as a component of religious ceremonies to provide legal certainty. The judge's decision in this case was only effective in carrying out the trial program by rejecting religious arguments from religious institutions which could make people less obedient in practicing their religion.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Sebagai negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, pernikahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang tidak mengakui keabsahan pernikahan beda agama. Akibatnya, perkawinan beda agama bukan lagi merupakan fenomena baru dan sekarang diakui sebagai masalah sosial yang besar. Penulis meneliti pertimbangan hukum yang dibuat oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara permohonan izin perkawinan beda agama dengan menggunakan teknik yuridis empiris. Menurut pandangan penulis, hakim telah menjelaskan bahwa ada aturan hukum yang tidak menerima keabsahan perkawinan beda agama. Namun, hakim tidak mempertimbangkan implikasi perkawinan beda agama dari sudut pandang filosofis. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang digunakan sebagai pertimbangan hukum tidak menjelaskan keabsahan perkawinan sebagai salah satu komponen upacara keagamaan untuk memberikan kepastian hukum. Putusan hakim dalam perkara ini hanya efektif dalam menjalankan program persidangan dengan menolak dalil-dalil agama dari lembaga agama yang dapat membuat masyarakat kurang taat menjalankan agamanya. </p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journalhttps://jurnal.unw.ac.id/index.php/AIJ/article/view/2987Hambatan Dalam Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Untuk Rumah Tinggal Yang Dibebani Hak Taggungan2024-01-24T07:19:58+00:00Aldino Pratama[email protected]Binov Handitya[email protected]<p><em>The implementation of upgrading building use rights which are encumbered by mortgage rights to become property rights is a confirmation of the abolition of the original land rights and the granting of new land rights. By eliminating the original rights to the land, the mortgage rights that burden it are also removed. Therefore, creditors object if debtors want to increase their land rights, because this results in the elimination of the original mortgage rights which serve as collateral for repayment of the debtor's debt. This research was conducted to determine the obstacles in implementing the increase in building use rights over land for residential houses which are burdened with mortgage rights to property rights and the efforts that can be made by the debtor to overcome these obstacles. The research method used in this research is an empirical juridical approach, using analytical descriptive, data collection through primary data and secondary data and the analysis method is qualitative analysis, which draws conclusions deductively. The results of the research obtained by the author are obstacles in implementing the increase in building use rights over land for residential houses which are encumbered with mortgage rights to property rights in Ungaran City, where the creditor objects if the debtor increases the building use rights which have been guaranteed and encumbered with mortgage rights, as a result The law that arises from this increase in rights is that the mortgage right which burdens the building use rights automatically terminates with the deletion of the building use rights which have become property rights. Efforts that can be made by debtors if they want to upgrade their building use rights to ownership rights are to pay off their debts first. Alternatively, the debtor can provide additional collateral other than the power of attorney to impose mortgage rights, which is equal to the original mortgage right, as long as the debtor carries out the process of upgrading the building use rights to ownership rights.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan yang dibebani oleh Hak Tanggungan menjadi hak milik merupakan penegasan mengenai hapusnya hak atas tanah semula dan pemberian hak atas tanah yang baru. Dengan hapusnya hak atas tanah semula tersebut maka hapus pula hak tanggungan yang membebaninya. Oleh karena itu kreditur merasa keberatan apabila debitur ngin melakukan peningkatan hak atas tanah, karena berakibat hapusnya hak tanggungan semula yang menjadi jaminan dalam pelunasan hutang debitur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan peningkatan hak guna bangunan atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani hak tanggunan menjadi hak milik dan upaya yang dapat dilakukan oleh pihak debitur didalam mengatasi hambatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, dengan menggunakan deskriptif analitis, pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder serta metode analisis adalah analisis kualitatif, yang pengambilan kesimpulannya secara deduktif. Hasil penelitian yang diperoleh penulis berupa hambatan dalam pelaksanaan peningkatan hak guna bangunan atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani hak tanggungan menjadi hak milik di Kota Ungaran, dimana pihak kreditur keberatan apabila debitur melakukan peningkatan terhadap hak guna bangunan yang telah dijaminkan dan dibebani hak tanggungan, akibat hukum yang timbul atas peningkatan hak tersebut adalah hak tanggungan yang membebani hak guna bangunan gugur dengan sendirinya dengan hapusnya hak guna bangunan yang telah menjadi hak milik. Upaya yang dapat dilakukan oleh debitur apabila ingin melakukan peningkatan hak guna bangunan menjadi hak milik adalah dengan melakukan pelunasan terlebih dahulu atas hutangnya. Alternatif lain debitur dapat memberikan jaminan tambahan selain daripada surat kuasa membebankan hak tanggungan, yang senilai dengan hak tanggungan semula,selama debitur melakukan proses peningkatan hak guna bangunan menjadi hak milik.</p>2024-01-31T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 ADIL Indonesia Journal