Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Halusinasi Pendengaran dengan Penerapan Terapi Menghardik dan Berdzikir terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi
Abstract
Auditory hallucinations or auditory-hearing voices or sounds are the most common type of hallucination. Clients who experience hallucinations have sensory disturbances or distortions, but the client responds to them as the real thing. Hallucinations must be the focus of our attention because if hallucinations are not handled properly, they can pose a risk to the patient's safety, other people, and the surrounding environment. The general hallucinatory intervention given is SP 1 – SP 4. Another additional therapy given to clients with auditory hallucinations is a combination of rebuking and dhikr to reduce the level of hallucinations. Hallucinations with rebuke can be used to control auditory hallucinations. Whereas psycho-religious therapy (dhikr and prayer) is a psychiatric therapy at a higher level than ordinary psychotherapy, this is because by dhikr or praying there is a spiritual element that can awaken one's hope and self-confidence. After implementing it for 7 consecutive days with a time of 15-30 minutes in 2 patients with auditory hallucinations, it was found that there was a decrease in the level of hallucinations as measured using the AHRS scale. Therefore, giving rebuke and dhikr therapy is able to reduce symptoms and the level of hallucinations in patients.
Abstrak
Halusinasi pendengaran atau suara atau suara pendengaran adalah jenis halusinasi yang paling umum. Klien yang mengalami halusinasi mempunyai gangguan atau distorsi sensorik, namun klien menyikapinya sebagaimana adanya. Halusinasi harus menjadi fokus perhatian kita karena jika halusinasi tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan risiko bagi keselamatan pasien, orang lain, dan lingkungan sekitar. Intervensi halusinasi umum yang diberikan adalah SP 1 – SP 4. Terapi tambahan lain yang diberikan pada klien halusinasi pendengaran adalah kombinasi teguran dan dzikir untuk menurunkan tingkat halusinasi. Halusinasi dengan teguran dapat digunakan untuk mengendalikan halusinasi pendengaran. Sedangkan terapi psikoreligius (dzikir dan doa) merupakan terapi kejiwaan yang tingkatannya lebih tinggi dibandingkan psikoterapi biasa, hal ini dikarenakan dengan berdzikir atau berdoa terdapat unsur spiritual yang dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri seseorang. Setelah dilaksanakan selama 7 hari berturut-turut dengan waktu 15-30 menit pada 2 pasien halusinasi pendengaran ditemukan adanya penurunan tingkat halusinasi yang diukur menggunakan skala AHRS. Oleh karena itu pemberian terapi teguran dan dzikir mampu menurunkan gejala dan tingkat halusinasi pada pasien.
References
Asriani., Nauli, F. A., & Karim, D. (2020). Hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa. Health Care: Jurnal Kesehatan, 9(2), 77-85. http://doi.org/10.36763/healthcare.v9i2.80.
Ayuningtyas, D., Misnaniarti., & Rayhani, M. (2018). Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat di indonesia dan strategi penanggulannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1), 1-10. https://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm.
Blandina, O. A. (2020). Tingkat pengetahuan masyarakat Halmahera Utara tentang penyebab gangguan jiwa. Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan, 6(2), 188-191. http://www.lppm.poltekmfh.ac.id/index.php/JPKIK/article/view/145.
Emulyani., & Herlambang. (2020). Pengaruh terapi zikir terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pada pasien halusinasi. Jurnal Kesehatan, 9(1), 17-25.
Endriyani, S., Kusumawaty, I., Pastari, M., & Umaya, W. (2022). Implementasi kepetawatan mengontrol halusinasi dengan menghardik. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan, 13(2), 83-85. http://stikes-nhm.e-journal.id/NU/index.
Fakhriyani, D. V. (2017). Kesehatan mental. Pamerkasan: Duta Media Publishing.
Friedman, M. M., Bowden, V.R., & Jones, E.R. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga riset, teori, dan praktik 5th. Jakarta: ECG.
Handayani, F., Wahyudi, D. T., Damayanti, A., & Sulfiana, M. (2020). Modul pratikum keperawatan jiwa. Jawa Barat: CV Adanu Abimata.
Jayanti, S. W., & Mubin, M. F. (2021). Pengaruh teknik kombinasi menghardik dengan zikir terhadap penurunan halusinasi. Ners Muda, 2(1), 43-47. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda.
Indrayani, Y. A., & Wahyudi, T. (2019). Infodatin situasi kesehatan jiwa di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Keliat, B. A., Akemat., Daulima, N. H. C. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B.A., & Akemat. (2014). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (06 Oktober 2016). Peran keluarga dukung kesehatan jiwa masyarakat. Sehat Negeriku. hlm. 1-2.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pelayanan penyelenggaraan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI.
Nasriati, R. (2017). Stigma dan dukungan keluarga dalam merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Media Sains: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 15(1), 56-65. http://dx.doi.org/10.30595/medisains.v15i1.1628.
Novitasari. (2019). Pengaruh menghardik terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien gangguan jiwa di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang.
Sari, D. L. P., Fitri, N. L., & Hasanah, U. (2022). Penerapan terapi spiritual: Dzikir terhadap tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Jurnal Cendikia Muda, 2(1), 130-137. http://jurnal.akperdharmawacana.ac.id.
Simanjuntak, H. M. (2020). Literature review: Gambaran karakteristik klien dengan halusinasi. Karya Tulis Ilmiah Poltekes Kemenkes Medan.
Simbolon, M. J. (2013). Usia onset pertama penderita skizofrenik pada laki-laki dan perempuan yang berobat ke badan layanan umum Rumah Sakit Jiwa Sumatera Utara. Majalah Kesehatan Pharmamedika, 5(1), 15-20.
Stuart, G. W., Keliat, B. A., Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Singapore: Elsevier.
Pratiwi, A. (2023). Konsep keperawatan jiwa. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access)