Rampai Jurnal Hukum (RJH)
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh
<div class="body"> <div class="description"> <div style="border: 2px #444F71 solid; padding: 3px; background-color: #f0ffff; text-align: left;"> <ol> <li class="show">Nama Jurnal: Rampai Jurnal Hukum</li> <li class="show">Singkatan: RJH</li> <li class="show">Frekuensi: Maret & September</li> <li class="show">ISSN: Print - | Online 2961-7219</li> <li class="show">Editor in Chief:Binov Handitya, S.H., M.H.</li> <li class="show">DOI: 10.35473/RJH</li> <li class="show">Akreditasi : -</li> <li class="show">Penerbit: Universitas Ngudi Waluyo Program Studi Hukum</li> </ol> </div> <p>Rampai Jurnal Hukum is a journal of law and society published by the Department of Law, Faculty of Economics, Law, and Humaniora, annually in March and December. RJH welcomes any research-based as well as concept-based manuscripts dealing with its focus and scope.</p> </div> </div>Universitas Ngudi Waluyoen-USRampai Jurnal Hukum (RJH)2961-7219Eksistensi Hukuman Pidana Mati Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3005
<p><em>This research aims to discuss the existence of the death penalty in Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code and look at the advantages and disadvantages of the death penalty in Article 100 of the National Criminal Code. This research is normative juridical research using a statutory approach, case approach and concept approach. The results of this research are </em><em>that Article 100 paragraph (1) of the National Criminal Code listed that, executing criminal dead determined by delaying criminal death for 10 (10) years taking into account two conditions namely, a feeling of regret and </em><em>wanting to repent for </em><em>it repair self </em><em>as well as</em><em> role defendant criminal dead in follow criminal. The death penalty in the National Criminal Code </em><em>has advantages and disadvantages,</em> <em>the advantages are</em><em> punishment dead arranged as a criminal alternative and existence delays the execution of criminal dead, so it can become a road middle between the pros and cons views of criminal punishment. </em><em>In fact, the </em><em>punishment dead is the most severe punishment, because of its implementation </em><em>The death penalty is only given to perpetrators of serious crimes such as premeditated murder, so the death penalty is responsible for their actions and will have a deterrent effect. Meanwhile, the weakness of the regulation of the death penalty in Article 110 paragraph (1) of the National Criminal Code is that there is no legal certainty regarding when the death penalty is carried out, which has an impact on the execution of people waiting for the trial period. </em><em>This makes criminal cases too long, the judicial process is uncertain what verdict will be received, and the deadline for issuing a presidential decision by obtaining the consideration of the Supreme Court is not clearly regulated.</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang eksistensi hukuman mati dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP serta melihat kekurangan dan kelebihan dari pidana mati dalam Pasal 100 KUHP nasional. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konsep. Hasil penelitian ini adalah Pada Pasal 100 ayat (1) KUHP Nasional tercantum bahwa, eksekusi pidana mati ditentukan oleh penundaan pidana mati selama 10 (sepuluh) tahun yang memperhatikan dua syarat yaitu, rasa penyesalan dan mau bertaubat untuk memperbaiki diri serta peran terdakwa pidana mati dalam tindak pidana. Pidana Mati dalam KUHP Nasional mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihannya adalah hukuman mati diatur sebagai pidana alternatif dan adanya penundaan eksekusi pidana mati, sehingga dapat menjadi jalan tengah antara pandangan pro dan kontra terhadap pidana hukuman mati. Faktanya, hukuman mati merupakan hukuman yang paling berat, karena penerapannya vonis hukuman mati hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana kelas berat seperti pembunuhan berencana, sehingga hukuman mati merupakan pertanggungjawaban atas perbuatannya dan akan menimbulkan efek jera. Sedangkan kelemahan pengaturan hukuman mati dalam Pasal 110 ayat (1) KUHP Nasional ini adalah tidak ada kepastian hukum mengenai kapan dilaksanakannya hukuman mati berdampak pada pelaksanaan eksekusi mati yang menunggu masa percobaan. Hal ini membuat perkara pidana terlalu lama, proses peradilan tidak ada kepastian putusan apa yang akan diterimanya, dan batas waktu dikeluarkannya putusan Presiden dengan mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung tidak diatur secara jelas.</p>Deri ArdiansyahMuhammad AdiaatAditya Indah CahyaniNurlaili Rahmawati
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-313111810.35473/rjh.v3i1.3005Penegakan Hukum Pidana Dalam Perbuatan Klitih Oleh Anak Di Wilayah Kabupaten Semarang
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3074
<p><em>This research examines and answers problems regarding criminal law enforcement in criminal law enforcement in acts of child abuse in the Semarang Regency area. This research uses normative juridical research, namely legal research that places law as a norm building system. The main idea used in this research is to understand how criminal law enforcement is in dealing with criminal acts which refer to social conflict and violence by children. Obstacles and how to solve them in enforcing criminal law in enforcing criminal law in criminal acts by children in the problem area of Semarang Regency. The results of the research concluded that acts of klitih can damage the morale of the next generation and cause disruption. Therefore, klitih is a crime of violence.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai penegakan hukum pidana dalam penegakan hukum pidana dalam perbuatan klitih oleh anak di wilayah Kabupaten Semarang. Penelitian ini mengunakan penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Pemikiran utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana penegakan hukum pidana dalam penanggulangan perbuatan klitih yang mengacu pada konflik sosial dan kekerasan oleh anak. Hambatan dan bagaimana pemecahan masalah tersebut dalam rangka penegakan hukum pidana dalam penegakan hukum pidana dalam perbuatan klitih oleh anak di wilayah Kabupaten Semarang. Hasil penelitian menyimpulkan Perbuatan klitih dapat merusak moral generasi penerus dan mengganggu ketertiban. Oleh karena itu, klitih masuk ke dalam tindak pidana kekerasan.</p>Tariska Dewi KundariArista Candra Irawati
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-3131193010.35473/rjh.v3i1.3074Tindakan Penyitaan Barang Bukti Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3075
<p><em>In the process of investigating narcotics crimes, confiscation has a very important role because the purpose of confiscation is to take over and/or keep under its control narcotics evidence for evidentiary purposes in investigations, prosecutions and trials. Therefore, the author is interested in discussing the implementation of the confiscation of narcotics evidence by Semarang Police investigators. The problems in this research are: 1) How is the confiscation of narcotics evidence carried out by Indonesian National Police investigators in the jurisdiction of the Semarang Police; 2) What are the consequences if drug evidence is damaged or lost. This research includes descriptive research to provide an overview of the normative provisions for narcotics crimes and the implementation of confiscation of evidence in narcotics cases at the investigation level at the Semarang Police. Based on the research results, it can be concluded that (1) The confiscation of evidence in drug cases during the investigation process at the Semarang Police is carried out according to procedures by showing a confiscation permit from the Head of the District Court, showing or displaying identification, showing the objects to be confiscated, making an official report. confiscation, conveying confiscation minutes and wrapping confiscated objects. (2) The risks and responsibilities for confiscation of damaged or lost evidence confiscated by Semarang Police investigators are: (a) Repairing it so that the evidence returns to its original condition at personal expense. (b) Replace lost evidence with the same or similar items. (c) In addition to compensation, administrative action and physical action are given, such as detention in a detention cell because he was negligent in lending evidence based on the results of the examination and trial for legal reasons.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika penyitaan memiliki peranan yang sangat penting karena tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya barang bukti narkotika untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh penyidik Polresta Semarang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Semarang; 2) Bagaimana akibat apabila barang bukti narkoba terjadi kerusakan ataupun hilang.Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif untuk memberikan gambaran tentang ketentuan normatif tindak pidana Narkotika dan pelaksanaan penyitaan barang bukti kasus narkotika pada tingkat penyidikan di Polres Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan penyitaan barang bukti kasus narkoba dalam proses penyidikan di Polres Semarang, dilakukan sesuai prosedur dengan menunjukkan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri, memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal, memperlihatkan benda yang akan disita, membuat berita acara penyitaan, menyampaikan turunan berita acara penyitaan dan membungkus benda sitaan. (2) Resiko dan tanggung jawab penyitaan terhadap rusak atau hilangnya barang bukti yang disita oleh penyidik Polres Semarang, adalah : (a) Memperbaiki sehingga barang bukti tersebut kembali sesuai semula dengan biaya pribadi. (b) Mengganti barang bukti yang hilang dengan barang yang sama atau mirip. (c) Selain mengganti diberi tindakan administratif dan tindakan fisik seperti penahanan dalam sel tahanan karena telah lalai dalam meminjamkan barang bukti dengan berdasarkan hasil pemeriksaan dan sidang oleh alasan hukum.</p>Nella Maria UlfaBinov Handitya
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-3131314210.35473/rjh.v3i1.3075Analisis Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Atas Pelanggaran Berat
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3076
<p><em>The problem that the author wants to examine in this research is whether electronic evidence can be accepted in industrial relations disputes, then what are the industrial relations court judges' considerations in decision number: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PNSMG and the legal implications following decision, the purpose of this problem formulation is to find out the legal evidence in industrial relations dispute cases and to know the considerations of the Industrial Relations Court judges in Decision Number: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG as well as the legal implications after the decision. This research uses an analytical approach by analyzing court decisions and in-depth interviews to answer truths that are still tentatively suspected using descriptive analysis techniques. The result of this analysis is that the evidence submitted by the plaintiff before the court is not based on statutory regulations so that the judge cannot determine which lawsuit will be considered because it has different implications and will violate formal legal rules and have a negative impact on the quality of the decision.</em></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>permasalahan yang ingin diteliti oleh penulis dalam penelitian ini yakni, apakah alat bukti elektronik dapat diterima dalam sengketa perselisihan hubungan industrial kemudian bagaimana pertimbangan hakim pengadilan hubungan industrial dalam putusan nomor: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG serta implikasi hukum setelah putusan, adapun tujuan dari rumusan masalah ini adalah untuk Mengetahui alat bukti yang sah dalam perkara sengketa hubungan industrial serta mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Hubungan Industrial dalam Putusan Nomor: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG serta implikasi hukum setelah putusan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitis dengan menganalisis putusan pengadilan serta wawancara mendalam untuk menjawab kebenaran yang masih menjadi dugaan sementara dengan teknik analisis deskriptif. Hasil dari analisis ini adalah Alat bukti yang diajukan oleh penggugat dimuka pengadilan tidak berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan sehingga hakim tidak dapat menentukan gugatan mana yang akan dipertimbangkan sebab memiliki implikasi yang berbeda dan akan menciderai kaidah hukum secara formil serta berdampak buruk dalam putusan secara kualitas</p>Bowie SyabrowieBinov Handitya
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-3131435610.35473/rjh.v3i1.3076Perlindungan Hukum Distributor Dalam Transaksi Jual Beli Barang Di Kabupaten Semarang (Studi Kasus Distributor Gerai Khanifah)
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3077
<p><em>In line with the increase in companies marketing goods and services from producers to consumers, this is the main factor for the emergence of many distributors in Indonesia. With this phenomenon, the authors are interested in discussing more deeply related to distributor protection by raising the problem formulation How is legal protection for distributors in buying and selling activities of goods and how to resolve if there is a discrepancy with demand. This research uses normative research methods by analyzing related regulations and conducting interviews with the Semarang Regency Trade Office and Gerai Khanifah to deepen the results of the research. From the research conducted, it is known that the government has provided legal protection for distributors in the Minister of Trade Regulation Number 24 of 2021 concerning Agreements for the Distribution of Goods by Distributors or Agents to regulate goods distribution activities. In practice, it is common to find defective products received by manufacturers causing losses. Article 1504 of the Civil Code gives the meaning that a product is said to have hidden defects if the product sold by the manufacturer has defects so that its use is no longer suitable for its intended purpose. With this loss, the producer has an obligation to be responsible for not fulfilling its obligations. Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection has regulated the responsibility that can be borne by producers if they commit defaults resulting in losses for distributors.</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Sejalan dengan meningkatnya perusahaan yang pemasaran barang dan jasa dari produsen ke konsumen menjadi faktor utama munculnya banyak distributor di Indonesia. Adanya fenomena tersebut penulis tertarik untuk membahas lebih dalam terkait dengan perlindunagn distributor dengan mengangkat rumusan masalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap distributor dalam kegiatan jual beli barang dan bagaimana upaya penyelesaian apabila terdapat ketidaksesuaian dengan permintaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menganalisis peraturan yang terkait dan melakukan wawancara dengan Dinas Perdagaan Kabupaten Semarang serta Gerai Khanifah untuk memperdalam hasil penelitian. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pemerintah telah memberikan perlindungan hukum bagi distributor dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Perikatan untuk Pendistribusian Barang oleh Distributor atau Agen guna mengatur kegiatan pendistribusian barang. Dalam praktiknya sering dijumpai produk cacat yang diterima oleh produsen sehingga menyebabkan kerugian. Pasal 1504 KUH Perdata memberikan makna bahwa suatu produk dikatakan cacat tersembunyi apabila produk yang dijual oleh produsen memiliki cacat sehingga penggunaannya tidak sesuai lagi dengan tujuan yang semestinya. Dengan adanya kerugian ini pihak produsen memiliki kewajiban untuk bertangung jawab karena telah tidak memenuhi kewajibannya. Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur terkait dengan pertangungjawaban yang dapat dibebankan kepada produsen apabila melaksanakan wanprestasi sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak distributor.</p>Laily KhanifahIndra Yuliawan
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-3131577710.35473/rjh.v3i1.3077Kebijakan Penerbitan Nomor Induk Berusaha Bagi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah
https://jurnal.unw.ac.id/index.php/rjh/article/view/3078
<p><em>he purpose of writing this article is to find out the implementation of the policy for issuing Business Identification Numbers (NIB) for Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in Semarang City, along with its problems. The approach method used in this research is sociological juridical, descriptive analysis specifications. The data used is primary data supported by secondary data, then analyzed using qualitative analytical methods. The research results show that the NIB issuance policy for MSME business actors in Semarang City is based on Semarang Mayor Regulation Number 43 of 2022. Implementation is carried out online via the OSS website, starting with creating an account, after the account is verified the applicant can log in and make a permit application. business and complete the requirements such as personal data, business address, type of business, business photo, telephone number, business name, then after all these processes have been carried out, the NIB can be issued on the same day. The problems include 3 things, namely: First, the data input process is hampered by NIB applicants who do not have emails and data that does not match the latest; Second, lack of comprehensive socialization, which is caused by a lack of Semarang City government apparatus; and Third, the OSS system tends to be weak, so it cannot be accessed all the time, and system errors often occur</em></p> <p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Tujuan penulisan dalam artikel ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi pelaku usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Semarang, beserta problematikanya. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi deskriptif analisis. Data yang dipergunakan adalah data primer didukung dengan data sekunder, kemudian dianalisis menggunakan cara analitis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan penerbitan NIB Bagi Pelaku Usaha UMKM di Kota Semarang didasarkan pada Peraturan Walikota Semarang Nomor 43 Tahun 2022. Pelaksanaannya dilakukan secara online melalui website OSS, diawali dengan cara pembuatan akun, setelah akun terverifikasi maka pemohon bisa login dan membuat permohonan pengajuan perizin usaha beserta melengkapi persyaratan seperti data diri, alamat usaha, jenis usaha, foto usahsa, nomor telepon, nama usaha, kemudian setelah semua proses tersebut telah dilakukan maka NIB bisa terbit pada hari itu juga. Adapun problematikanya meliputi 3 hal yaitu: Pertama, proses penginputan data yang terkendala pemohon NIB yang tidak memiliki email dan data yang tidak sesuai dengan yang terbaru; Kedua, sosialisasi yang kurang menyuluruh, yang disebabkan kurangnya perangkat aparatur pemerintah Kota Semarang; dan Ketiga, Sistem masih OSS cenderung lemah, sehingga tidak dapat diakses setiap waktu, dan sering terjadi error sistem.</p>Tri MulyaniMohammad HidayatullohDyah Ayu Sulistyarini
Copyright (c) 2024 Rampai Jurnal Hukum (RJH)
2024-03-312024-03-3131789210.35473/rjh.v3i1.3078